Jakarta- - Ideologi Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Sebaliknya, ideologi Pancsila justru lahir dari saripati Islam. Pancasila merupakan kesepakatan bersama kalimatun sawa yang menjadi ideologi pemersatu banyak suku, agama, ras, dan sekaligus Filolog Islam Nusantara, Ahmad Ginanjar Sya'ban, mengatakan, terdapat banyak bukti sejarah menunjukkan ulama menyebut mencintai Tanah Air tidak berbeda dengan mencintai agama. Ajaran itu yang terus dipegang hingga saat ini, sehingga umat Islam di Indonesia selalu mempertahankan ideologi tersebut dapat dilihat dari jejak atau manuskrip sejarah Islam yang membahas kecintaan pada negara dan agama. Hal itu ditulis guru para ulama Indonesia, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, pada akhir abad jugaMahfud MD Bertemu Ketum PBNU, Bahas Politik Inspiratif di Pemilu 2024Dari manuskrip yang ditemukan menunjukkan, jauh sebelum semua orang membahas hal tersebut, Syaikhona Kholil Bangkalan telah menulis hubbul auton minal iman mencintai Tanah Air sebagian dari iman."Bukti lainnya bahwa pada 1916, atau 12 tahun sebelum Sumpah Pemuda didengungkan 1928, KH Abdul Wahab Chasbullah dan beberapa ulama tradisionalis lainnya di Surabaya mendirikan sebuah perkumpulan organisasi bernama Syubbanul wathon atau pemuda Tanah Air," kata Ginanjar dalam sebuah video yang ditayangkan BPIP, dikutip Sabtu 27/5/2023.Dalam pendirian organisasi tersebut, Kiai Wahab telah mendengungkan cinta Tanah Air melalui mars organisasi. Bukti lain yang memperkuat jejak Pancasila dalam sejarah Islam di Indonesia adalah manuskrip tersebut dalam bentuk kitab berbahasa Sunda-pegon yang diterbitkan di Purwakarta berjudul Nadhom Pancasila. Dalam nadhom itu diterangkan Pancasila adalah falsafah dan dasar negara yang sudah selaras dengan Al-Qur'an dan hadits Rasulullah puncak perjuangan ulama dalam mempertahankan ideologi Pancasila terjadi pada Musyawarah Nasional Alim Ulama di Situbondo 1983. Pada acara Munas itu, para ulama bersepakat untuk menerima ideologi Pancasila sebagai asas tunggal Negara Kesatuan Republik salah satu butir yang dihasilkan dalam Munas itu, disebutkan penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam untuk menjalankan syariat."Munas ini juga menentukan posisi Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak bertentangan dengan agama Islam," kata ulama asal Pandeglang Banten, KH Abuya Muhtadi bin KH Abuya Dimyati, mengatakan, Pancasila merupakan wasiat para orang tua terdahulu atau para pendiri bangsa agar diamalkan. Dengan begitu, bangsa Indonesia hidup rukun, damai, dan sejahtera."Pancasila itu wasiat orang tua kita. Harus dijaga dan diamalkan," kata Abuya Muhtadi.ori
Ijazahtersebut, merupakan ijazah yang didapat Abuya Dimyati Banten, seorang ulama kharismatik dari Banten, ayahandanya Mustasyar PBNU KH Abuya Muhtadi. Sampai-sampai, kata Mbah Dim, thariqah aing mah ngaji!, yang artinya ngaji dan belajar adalah thariqahku. Bahkan kepada putera-puterinya (termasuk juga kepada santri-santrinya) Mbah Dim KH Muhammad Dimyati atau dikenal dengan Abuya Dimyati adalah sosok yang kharismatis. Beliau dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas. Mbah Dim begitu orang memangilnya. Nama lengkapnyaMuhammad Dimyati bin Syaikh Muhammad Amin. Dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik. Muridnya ribuan dan tersebar hingga dimyati orang Jakarta biasa menyapa, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak kenal menyerah. Hampir seluruh kehidupannya didedikasikan untuk ilmu dan kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik. Perjalanan spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar Watucongol. Perjuangannya yang patut diteladani. Bagi masyarakat Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit tergantikan. Lahir sekitar tahun 1925 dikenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang Dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah. Pondoknya di Cidahu, Pandeglang, Banten tidak pernah sepi dari para tamu maupun pencari ilmu. Bahkan menjadi tempat rujukan santri, pejabat hingga kiai. Semasa hidupnya, Abuya Dimyati dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten. Abuya Dimyati dikenal sosok ulama yang mumpuni. Bukan saja mengajarkan ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya dikenalsebagai penganut tarekat Naqsabandiyyah salah kalau sampai sekarang telah mempunyai ribuan murid. Mereka tersebar di seluruh penjuru tanah air bahkan luar negeri. Sewaktu masih hidup , pesantrennya tidak pernah sepi dari kegiatan mengaji. Bahkan Mbah Dim mempunyai majelis khusus yang namanya Majelis Seng. Hal ini diambil Dijuluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajian sebagian besar terbuat dari seng. Di tempat ini pula Abuya Dimyati menerima tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah maupun para petinggi negeri. Majelis Seng inilah yang kemudian dipakainya untuk pengajian sehari-hari semenjak kebakaran hingga sampai dari pasangan dan Hj. Ruqayah sejak kecil memang sudah menampakan kecerdasannya dan keshalihannya. Beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren seperti Pesantren Cadasari, Kadupeseng Pandeglang. Kemudian ke pesantren di Plamunan hingga Pleret berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri Mama Sempur, Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantani. Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri besok akan datang kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan Mbah Dim Banten’. Karena, kewira’i annya di setiap pesantren yang disinggahinya selalu ada peningkatan santri SpritualDibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyati ini menempuh jalan spiritual yang unik. Dalam setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain selalu dengan kegiatan Abuya mengaji dan mengajar. Hal inipun diterapkan kepada para santri. Dikenal sebagai ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga dalam ilmu seni kaligrafi atau khat. Dalam seni kaligrafi ini, Abuya mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khufi, tsulust, diwani, diwani jally, naskhy dan lain sebagainya. Selain itu juga sangat mahir dalam ilmu membaca al Abuya hidup adalah ibadah. Tidak salah kalau KH Dimyati , Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah pernah berucap bahwa belum pernah seorang kiai yang ibadahnya luar biasa. Menurutnya selama berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Sejak pukul 6 pagi usdah mengajar hingga jam setelah istirahat sejenak selepas Dzuhur langsung mengajar lagi hingga Ashar. Selesai sholat ashar mengajar lagi hingga Maghrib. Kemudian wirid hingga Isya. Sehabis itu mengaji lagi hingga pukul 24 malam. Setelah itu melakukan qiyamul lail hingga sisi lain ada sebuah kisah menarik. Ketika bermaksud mengaji di KH Baidlowi, Lasem. Ketika bertemu dengannya, Abuya malah disuruh pulang. Namun Abuya justru semakin mengebu-gebu untuk menuntut ilmu. Sampai akhirnya kiai Khasrtimatik itu menjawab, “Saya tidak punya ilmu apa-apa.” Sampai pada satu kesempatan, Abuya Dimyati memohon diwarisi thariqah. KH Baidlowio pun menjawab,” Mbah Dim, dzikir itu sudah termaktub dalam kitab, begitu pula dengan selawat, silahkan memuat sendiri saja, saya tidak bisa apa-apa, karena tarekat itu adalah sebuah wadzifah yang terdiri dari dzikir dan selawat.” Jawaban tersebut justru membuat Abuya Dimyati penasaran. Untuk kesekian kalinya dirinya memohon kepada KH Baidlowi. Pada akhirnya Kiai Baidlowi menyuruh Abuya untuk solat istikharah. Setelah melaksanakan solat tersebut sebanyak tiga kali, akhirnya Abuya mendatangi KH Baidlowi yang kemudian diijazahi Thariqat Asy Dan Mbah DalharMah Dim dikenal seagai salah satu orang yang sangat teguh pendiriannya. Sampai-sampai karena keteguhannya ini pernah dipenjara pada zaman Orde Baru. Pada tahun 1977 Abuya sempat difitnah dan dimasukkan ke dalam penjara. Hal ini disebabkan Abuya sangat berbeda prinsip dengan pemerintah ketika terjadi pemilu tahun tersebut. Abuya dituduh menghasut dan anti pemerintah. Abuya pun dijatuhi vonis selama enam bulan. Namun empat bulan kemudian Abuya keluar dari beberapa kitab yang dikarang oleh Abuya Dimyati. Diantaranya adalah Minhajul Ishthifa. Kitab ini isinya menguraikan tentang hidzib nashr dan hidzib ikhfa. Dikarang pada bulan Rajab H 1379/ 1959 M. Kemudian kitab Aslul Qodr yang didalamya khususiyat sahabat saat perang Badr. Tercatat pula kitab Roshnul Qodr isinya menguraikan tentang hidzib Nasr. Rochbul Qoir I dan II yang juga sama isinya yaitu menguraikan tentang hidzib kitab Bahjatul Qooalaid, Nadzam Tijanud Darori. Kemudian kitab tentang tarekat yang berjudul Al Hadiyyatul Jalaliyyah didalamnya membahas tentang tarekat Syadziliyyah. Ada cerita-cerita menarik seputar Abuya dan pertemuannya dengan para kiai besar. Disebutkan ketika bertemu dengen Kiai Dalhar Watucongol Abuya sempat kaget. Hal ini disebabkan selama 40 hari Abuya tidak pernah ditanya bahkan dipanggil oleh Kiai Dalhar. Tepat pada hari ke 40 Abuya dipanggil Mbah Dalhar. “Sampeyan mau jauh-jauh datang ke sini?” tanya kiai Dalhar. Ditanya begitu Abuya pun menjawab, “Saya mau mondok mbah.” Kemudian Kiai Dalhar pun berkata,” Perlu sampeyan ketahui, bahwa disini tidak ada ilmu, justru ilmu itu sudah ada pada diri sampeyan. Dari pada sampeyan mondok di sini buang-buang waktu, lebih baik sampeyan pulang lagi ke Banten, amalkan ilmu yang sudah ada dan syarahi kitab-kitab karangan mbah-mbahmu. Karena kitab tersebut masih perlu diperjelas dan sangat sulit dipahami oleh orang awam.”Mendengar jawaban tersebut Abuya Dimyati menjawab, ”Tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji, kok saya malah disuruh pulang lagi? Kalau saya disuruh mengarang kitab, kitab apa yang mampu saya karang?” Kemudian Kiai Dalhar memberi saran,”Baiklah, kalau sampeyan mau tetap di sini, saya mohon ajarkanlah ilmu sampeyan kepada santri-santri yang ada di sini dan sampeyan jangan punya teman.” Kemudian Kiai Dalhar memberi ijazah tareqat Syadziliyah kepada Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua. Abuya Dimyati tak akan tergantikan lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 0300 wib umat Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH. Muhammad Dimyati bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten dalam usia 78 tahun.ﺑﺴﻢ ďşŤď»źď» ď»Ş ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ Assalaamu'alaikum ..... Kisah menarik perjalanan ulama besar banten ABUYA DIMYATI. dimyati atau d kenal dngan sebutan abuya dimyati adalah sosok yang kharismatik,beliau d kenal sebagai pengamal tarekat syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas ,mbah dim begitu orang jakarta memanggil'a. Muhammad dimyati bin syaikh muhammad amin,dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik,murid'a ribuan dan tersebar hingga macanegara, Abuya dimyati orang jakarta biasa menyapa,d kenal sebagai sosok ulama sederhana dan tidak menyerah,hampir seluruh kehidupan'a di dedikasihkan untuk ilmu dan dakwah, Menelusuri kehidupan ulama banten ini seperti melihat warna-warni dunia SUFISTIK, Perjalanan spiritualnya dngan beberapa guru sufi seperti kiai dalhar watucongol, Perjuanganya yang patut d taladani, Bagi masarakat pandeglang provinsi banten mbah dim sosok sepupuh yang sulit tergantikan,lahir sekitar tahun 1919 d kenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang d segani. Abuya dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ah'lusunah wal jama'ah ,pondoknya d cidahu pandeglang banten,tidak pernah sepi dari para tamu maupun para pencari ilmu,bahkan menjadi tempat rujukan santri,pejabat hingga kiai,semasa hidupnya abuya dimyati di kenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai, Masarakat banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah banten,abuya dimyati d kenal sosok ulama yang mumpuni,bukan saja mengajarkan ilmu syari'ah tetapai juga menjalankan kehidupan dngan pendekatan tasauf,abuya di kenal sebagai penganut TAREKAT NAQSABANDIYYAH QODIRIYYAH, Tidak salah klw sampai skrang telah mempunyai ribuan murid,mereka tersebar di seluruh penjuru tanah air bahkan luar negri,sewaktu masih hidup pesantrennya tidak pernah sepi dari kegiatan mengaji,bahkan mbah dim mempunyai majlis khusus yang namanya majlis seng,hal ini d ambil d juluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajiannya sebagai besar terbuat dari seng d tempat ini pula abuya dimyati menerima tamu2 penting seperti pejabat pemerintah maupun para petinggi negri ,majlis seng ini lah yang kemudian di pakai'a untuk pengajian sehari2 semenjak kebakaran hingga samapai wafatnya. Lahir dari pasangan DAN sejak kecil memang sudah menampakan kecerdasan'a dan kesolehanya,beliaw belajar dari satu pesantren ke pesatren lain, seperti pesantren cadasari,kadupeseng pandeglang kemudian ke pesantren d plamunan hingga pleret cirebon, Abuya dimyati berguru pada ulama2 sepuh d tanah jawa,di antaran'a ABUYA ABDUL CHALIM,ABUYA MUQRI ABDUL CHAMID,MAMA ACHAMAD BAKRIMAMA SEMPUR,MBAH DALHAR WATUCONGOL,MBAH NAWAWI JEJARAN JOGJA,MBAH KHOZIN BENDO PARE,MBAH BAIDLOWI LASEM,MBAH RUKYAK KALIWUNGU dan masi banyak lagi,ke semua guru2 beliaw bermuara pada SYECH NAWAWI AL BANTANI Kata abuya dimyati,"para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna",d samping pula sebagai paku'a negara indonesia,setelah abuya berguru tak lama kemudian parakiai sepuh wafat. Ketika mondok d watucongol,abuya sudah d minta untuk mengajar oleh mbah dalhar, Satu kisah unik,ketika abuya dimyati datang pertama ke watucongol,mbah dalhar memberi kabar kepada santri2 besok akan datang "kitab banyak",dan hal ini terbukti mulai saat .masih mondok di watucongol sampai di tempat beliaw mondok lainya,hingga sampai abuya menetap,beliau banyak mengajar dan mengorek kitab2 di pondok bendopare,abuya lebih d kenal dengan sebutan"mbah dim banten",karena kewira'iannya di setiap pesantren yang d singgahinya selalu ada peningkatan santri mengaji, Saking pentingnya ngaji dan belajar,satu hal yang sering di sampaikan dan di ingatkan mbah dim adalah,"jngan sampai ngaji di tinggalkan karena kesibukan lain atau karena umur",pesan ini sering di ulang2,seolah2 mbah dim ingin memberikan tekanan khusus, jngan sampai ngaji di tinggalkan meskipun dunia runtuh seribu kali !, Salah satu cerita karomah yang di ceritakan gus munir adalah,dimana ada seorang kiai dari jawa yang pergi ke maqom SYEIKH ABDUL QODIR AL-JAELANI di irak,ketika itu kiai tersebut merasa bangga karena banyak kiai di indonesia paling jauh mereka ziarah adalah maqom NABI MUHAMMAD SAW,akan tetapi dia dapat menjarahi sampai ke maqom SYEIKH ABDUL QODIL AL-JAELANI,ketika sampai di maqom tersebut,maka penjaga maqom bertanya padanya,"dari mana kamubahasa arab",si kiai menjawab "dari indonesia", maka penjaganya langsung bilang"oh di sini ada setiap malam jum'at seorang ulama indonesia yang kalw datang ziarah dan duduk saja depan maqom,maka segenap penziarah akan diam dan menghormati beliaw,beliaw membaca al'quran maka penziarah lain akan meneruskan bacaan tersebut",maka kiai tadi kaget,dan berniat untuk menunggu sampai malam jum'at agar tahu siapa sebenarnya ulama tersebut,ternyata pada hari yang di tunggu2 ulama tersebut adalah abuya dimyati,maka kiai tersebut kagum,dan ketika pulang ke jawa,dia menceritakan bagai mana beliaw bertemu abuya dimyati di maqom SYEIKH ABDUL QODIR AL-JAELANI,ketika itu abuya masih di pondok dan mengaji dengan santri2nya, Di balik kemasyhuran nama abuya dimyati,beliau adalah orang yang sederhana dan bersahaja,kalaw melihat wajah beliau terasa ada perasaan adem dan tentram di hati orang yang melihatnya, Abuya dimyati menempuh jalan spiritual yang unik,beliau secara tegas menyeru "Thariqah aing mah ngaji!",jalan saya adalah ngaji,sebab tinggi rendahnya derajat ke ulamaan seseorang bisa di lihat dari bagai mana ia memberi penghargaan terhadap ilmu,sebagai mana yang termaktub dalam surat al-mujadilah ayat 11,"bahwa allah akan meninggikan orang2 yang beriman dan orang2 yang d beri ilmu pengetahuan",di pertegas lagi dalam hadist NABI MUHAMMAD SAW,"al-ulama'u waratsatul anbiya",para ulama adalah pewaris nabi, ngaji sebagai sarana pewarisan ilmu melalui ngaji,sunnah dan keteladanan nabi di ajarkan,melalui ngaji,tradisi para sahabat dan tabiin di wariskan,ahmad munir berpendapat bahwa ilmu adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusi unggul atas mahluk lainya guna menjalankan fungsi kekhalifahanya. Alam spritual. di banding dengan ulama kebanyakan,abuya dimyati ini menempuh jalan spiritual yang unik,dalam setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain,selalu kegiatan abuya dimyati mengaji dan mengajar,hal ini pun di terapkan kepada parasantri, Abuya dimyati di kenal sebagai ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga dalan ilmu seni kaligrafi atau khat,dalam seni kaligrafi ini,abuya mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khuf,tsulut,diwani,diwani jally,naskhy dan lain sebagainya,selain itu juga sangat mahir dalam ilmu membaca al-qur'an, Bagi abuya hidup adalah ibadah,tidak salah kalau KH,dimyati kaliwungu kendal jawa tengah pernah berucap bahwa belum pernah seseorang kiai yang ibadahnya luar biasa,menerutnya selama berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu,sejak pukul 6 pagi sudah mengajar hingga jam 1130 Setelah istirahat sejenak selepas dzuhur langsung mengajar lagi hingga ashar,selesai solat ashar mengajar lagi hingga magrib,kemudian wirid hingga isya,sehabis itu mengaji lagi hingga pukul24 malam,setelah itu melakukan aiyamul lail hingga subuh, Di sisi lain ada sbuah kisah menarik,ketika bermaksud mengaji di lasem,ketika bertemu denganya,abuya di suruh pulang,namun abuya justru smakin menggebu-gebu untuk menuntut ilmu,sampai akhirnya kia khasrtimatik itu menjawab,"saya tidak punya ilmu apa2", sampai pada satu kesempatan,abuya dimyati memohon di waris thariqoh,kh baidlowi pun menjawab,"mbah dim,dzikir itu sudah termaktub dalam kitab,begitu pula dengan shalawat,silahkan membuat sendiri saja,saya tidak bisa apa2,karena tarekat itu adalah sebuah wadzifah yang terdiri dari dzikir dan shalawat," Jawab tersebut justru membuat abuya dimyati penasaran untuk ke sikian kalinya dirinya memohon kepada kh baidlowi,pada akhirnya kiai baidlowi menyuruh abuya untuk solat istikhoroh,setelah melaksanakan solat tersebut sebanyak tiga kali,akhirnya abuya mendatangi kh baidlowi yang kemudian di ijazahi thariqot asy syadziliyah, Abuya dimyati di penjara Abuya dimyati di kenal sebagai salah satu orang yang sangat teguh pendirianya,sampai2 karena keteguhanya ini pernah di penjara pada jaman orde baru,abuya sempet di fitnah dan di masukan ke dalam penjara,hal ini di sebabkan abuya sangat berbeda prinsip dengan pemerintah,ketika terjadi pemilu tersebut abuya di tuduh menghasut dan anti pemerintah,abuya pun di jatohi vonis selama enam bulan,namun empat bulan kemudian abuya keluar dari penjara, Abuya dimyati dan kiai dalhar Ada cerita2 menarik seputar abuya dan pertemaunya dengan para kiai besar,di sebutkan ketika bertemu dengan kiai dalhar watucongol abuya sempet kaget,hal ini di sebabkan selama 40 hari abuya tidak pernah di tanya bahkan di panggil oleh kiai dalhar,tempat pada hari ke 40 abuya di panggil mbah dalhar,"sampeyan mau apa jauh2 datang ke sini," di tanya begitu abuya pun menjawab,"saya mau mondok mbah",kemudian kiai dalhar pun berkata,"perlu sampean ke tahui,bahwa disini tidak ada ilmu,justru ilmu itu sudah ada pada diri sampean,dari pada sampean mondok di sini buang2 waktu,lebih baik sampeyan pulang lagi ke banten,amalkan ilmu yang sudah ada dan syarahi kitab2 mbah mu,karena kitab tersebut masih perlu di perjelaskan dan sangat sulit di pahami oleh orang2 awam",mendengar jawaban tersebut abuya dimyati,"tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji,kok saya malah di suruh pulang? kalau saya di suruh mengajar kitab,kitab apa yang mampu saya karang?"kemudian kiai dalhar memberi saran,baiklah kalau sampeyan mau tetap di sini, saya mohon ajarkan lah ilmu sampeyan kepada santri2 yang ada di sini dan sampeyan jngan punya temen2",kemudian kiai dalhar memberi ijazah tareqat syadziliyqh kepada abuya, Ada beberapa kitab yang di karang oleh abuya dimyati,di antaranya adalah,MIN HAJUL ISHTHIFA,kitab ini isinya menguraikan tentang hizib nashr dan hizib ikhfa,di karang pada bulan rajab H 1379/1959 M,kemudian kitab ASHLUL QODR,yang di dalamnya khususiat sahabat saat perang badar,tercat pula kitab ROSHNUL QODR,isinya menguraikan tentang hizib nashr,ROCHBUL QOIR 1 dan 2 yang juga sama isinya yaitu menguraikan tentang hizib nashr,selanjutnya kitab BAHJATUL QOLAID,NADZAM TI JANUD DARORI,kemudian kitab tentang tarekat yang berjudul AL-HADIYYATUL JALALIYYAH,di dalamnya membahas tentang tarekat syadziliyah, Abuya dimyati meninggalkan kita semua,pada malam jum'at pahing,30 oktober 2003m/07 sya'ban 1424 H,sekitar pukul 0300 wib,untuk umat muslim khususnya warga NU telah kehilangan salah seorang ulamanya,KH MUHAMMAD DIMYATI BIN KH MUHAMMAD AMIN AL-BANTANI,di cidahu,cadasari,pandeglang,banten dalam usia 78 th copas dr grup sebelah
AbuyaDimyati Atau KH Muhammad Dimyati Cidahu Pandeglang Banten adalah sosok yang kharismatis. Beliau dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas. Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh Ditulis oleh Yuliantoro Tuesday, 25 August 2009 Sinopsis Buku Manakib Abuya Cidahu Dalam Pesona langkah di Dua Alam Alangkah ruginya orang Indonesia kalau tidak mengenal ulama satu ini. Orang bulang Mbah Dim, Banten atau Abuya Dimyati bin Syaikh Muhammad Amin. Beliau adalah tokoh kharismatik dunia kepesantrenan, penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah dari pondok pesantren, Cidahu, Pandeglang, Banten. Beliau ulama yang sangat konsen terhadap akhirat, bersahaja, selalu menjauhi keduniawian. Wirangi hati-hati dalam bicara, konsisten dalam perkataan dan perbuatan. Ahli sodakoh, puasa, makan seperlunya, ala kadarnya seperti dicontohkan Kanjeng Nabi, humanis, penuh kasih sesama umat manusia. Kegiatan kesehariannya hanya mulang ngaji mengajar ilmu, salat serta menjalankan kesunatan lainnya. Beliau lahir sekitar tahun 1925 anak pasangan dari dan Sejak kecil Abuya Dimyathi sudah menampakan kecerdasannya dan keshalihannya, beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya mulai dari Pesantren Cadasari, kadupeseng Pandeglang, ke Plamunan hingga ke Pleret Cirebon. Semasa hidupnya, Abuya Dimyathi dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai, sehingga tak berlebihan kalau disebut sebagai tipe ulama Khas al-Khas. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten, di samping sebagai pakunya negara Indonesia . Di balik kemasyhuran nama Abuya, beliau adalah orang yang sederhana dan bersahaja. Kalau melihat wajah beliau terasa ada perasaan adem’ dan tenteram di hati orang yang melihatnya. Abuya Dimyati, begitu panggilan hormat masyarakat kepadanya, terlahir tahun 1925 di tanah Banten, salah satu bumi terberkahi. Tepatnya di Kabupaten Pandeglang. Abuya Dimyathi dikenal sosok ulama yang cukup sempurna dalam menjalankan perintah agama, beliau bukan saja mengajarkan dalam ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf, tarekat yang dianutnya tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah. Maka wajar jika dalam perilaku sehari-hari beliau penuh tawadhu’, istiqamah, zuhud, dan ikhlas. Abuya adalah seorang qurra’ dengan lidah yang fasih. Wiridan al-Qur’an sudah istiqamah lebih dari 40 tahun. Kalau shalat tarawih di bulan puasa, tidak turun untuk sahur kecuali setelah mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat.. Oleh karenanya, tidak salah jika kemudian kita mengategorikan Abuya sebagai Ulama multidimensi. Dibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyathi ini menempuh jalan spiritual yang unik. Beliau secara tegas menyeru “Thariqah aing mah ngaji!” Jalan saya adalah ngaji. Sebab, tinggi rendahnya derajat keualamaan seseorang bisa dilihat dari bagaimana ia memberi penghargaan terhadap ilmu. Sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Mujadilah ayat 11, bahwa Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Dipertegas lagi dalam hadis nabi, al-Ulama’u waratsatul anbiya’, para ulama adalah pewaris para nabi. Ngaji sebagai sarana pewarisan ilmu. Melalui ngaji, sunnah dan keteladanan nabi diajarkan. Melalui ngaji, tradisi para sahabat dan tabi’in diwariskan. Ahmad Munir berpendapat bahwa ilmu adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusia unggul atas makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahannya. Saking pentingnya ngaji dan belajar, satu hal yang sering disampaikan dan diingatkan Mbah Dim adalah “Jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain atau karena umur”. Pesan ini sering diulang-ulang, seolah-olah Mbah Dim ingin memberikan tekanan khusus; jangan sampai ngaji ditinggal meskipun dunia runtuh seribu kali! Apalagi demi sekedar hajatan partai. Urusan ngaji ini juga wajib ain hukumnya bagi putra-putri Mbah Dim untuk mengikutinya. Bahkan, ngaji tidak akan dimulai, fasal-fasal tidak akan dibuka, kecuali semua putra-putrinya hadir di dalam majlis. Itulah sekelumit keteladanan Mbah Dimyati dan putra-putrinya, yang sejalan dengan pesan al-Qur’an dalam surat al-Tahrim ayat 6, Qu anfusakum wa ahlikum naran. Dahaga akan ilmu tiada habis, satu hal yang mungkin tidak masuk akal bila seorang yang sudah menikah dan punya putra berangkat mondok lagi, bahkan bersama putranya. Tapi itulah Abuya Dimyati, ketulusannya dalam menimba ilmu agama dan mensyiarkannya membawa beliau pada satu tingkat di atas khalayak biasa. Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri Mama Sempur, Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantany. Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh wafat.hal 396. Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri besok akan datang kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan Mbah Dim Banten’ dan mendapat laqob Sulthon Aulia’, karena Abuya memang wira’i dan topo dunyo. Pada tiap Pondok yang Abuya singgahi, selalu ada peningkatan santri mengaji dan ini satu bukti tersendiri di tiap daerah yang Abuya singgahi jadi terberkahi Namun, Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua. Abuya Dimyathi tak akan tergantikan lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 0300 wib umat Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH. Muhammad Dimyati bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten dalam usia 78 tahun. Padahal, pada hari itu juga, dilangsungkan acara resepsi pernikahan putranya. Sehingga, Banten ramai akan pengunjung yang ingin mengikuti acara resepsi pernikahan, sementara tidak sedikit masyarakat –pelayat- yang datang ke kediaman Abuya. Inilah merupaDeden Gunawan - detikNewsFoto Rizal Maslan/detikcomBanten - Sosok Abuya Cidahu, sangat melekat dibenak masyarakat Banten khususnya dan Indonesia pada umumnya. Sosok ulama dan pejuang kemerdekaan di Banten ini kini bisa dinikmati melalui sebuah buku biografi berjudul Buku Manaqib Abuya Cidahu, Dalam Pesona Langkah di Dua Manaqib Abuya Cidahu ini diluncurkan oleh putra kedua ulama kharismatik itu, KH M Murtadlo Dimyathi di Pondok Pesanteren Cidahu, Kelurahan Cidahu, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, Banten, pekan lalu. Dalam acara peluncuran tersebut hadir sejumlah pejabat Provinsi Banten dan Padeglang, serta Mur, sapaan akrab KH Murtadlo Dimyathi ini mengatakan, Buku Manaqib Abuya Cidahu ini merupakan perjalanan hidup ayahnya yang merupakan tokoh ulama dan juga mantan pejuang di masa kemerdekaan. Oleh sebab itu kenapa dirinya memberi judul tulisannya itu dengan kata-kata 'Dalam Pesona Langkah di Dua Alam'."Singkat kata manaqib adalah perjalanan hidup yang baik dan terpuji, baik menurut adat, bangsa dan negara. Pesona Langkah di Dua Alam, karena Abuya selain seorang ulama juga seorang pejuang," katanya yang ditemui detikcom di kediamannya di Pandeglang, Sabtu 15/11/2008.Kak Mur menjelaskan, buku yang dibuat tentang ayahnya itu menceritakan hidup Abuya Cidahu semasa kecil, baik dalam hal menuntut ilmu agama ke sejumlah pesantren di seluruh Jawa, perjuangan syiar Islam dan juga perjuangannya melawan kolonialisme Belanda melalui Laskar Hisbullah di wilayah Banten dan Jawa Kak Mur, Buku Manaqib Abuya Cidahu bisa dibaca siapa saja, tidak hanya kalangan santri agar bisa diambil pelajarannya. Namun begitu, Kak Mur mengingatkan, agar para pembacanya harus hati-hati dan bisa memahami yang dalam kisah perjuangan ulama dan pejuang Banten ini penuh nilai-nilai dan norma agama bernaunsa tasawuf. "Oleh sebab itu, kita nggak banyak-banyak menerbitkannya. Tapi bagi yang mau baca silakan saja, jangan dipraktikan kalau belum memahami agama Islam secara utuh," Manqib Abuya Cidahu setebal 400 halaman dengan kertas HVS dibagi dalam 14 Bab. Dimulai bab pertama yang mengisahkan kelahiran, masa kecil dan belajar Abuya Cidahu, termasuk tentang silsilah keluarganya yang masih keturunan Sultan Maulana Hasanuddin dan Syarif Hidayatullah mengisahkan hikmah-hikmah hidupnya selama menyebarkan ajaran Islam di Banten. Ketenaran Abuya Cidahu sendiri cukup dikenal para kiai sepuh di Jawa, terutama dari kalangan Nahdliyin NU dan juga para pejabat pemerintah pusat. Pada bab terakhir dikisahkan tentang wafatnya kiai yang dikenal sebagai Wali Qutb ini, pada awal bulan Oktober 2003 silam.Ruqayah Sejak kecil Abuya Dimyati sudah menampakan kecerdasan dan keshalihannya. Ia belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya, menjelajah tanah Jawa hingga ke pulau Lombok demi memenuhi pundi-pundi keilmuannya. kata Mbah Dim, thariqah aing mah ngaji!, yang artinya ngaji dan belajar adalah thariqahku. Bahkan kepada putera-puterinya
66 Vol. 14, No 2 Januari-Juni 2016 Sejarah Lisan Eksistensi Buya Dimyati dan Ajarannya di Banten M. Sari, Muhamad Shoheh, Mohammad Shofin Sugito, dan Aliyah Hidayati Abstrak Tulisan ini dibuat untuk membantah pandangan sebagian orang yang mengatakan bahwa keberadaan tokoh Islam masa lalu itu dapat diyakini, bila hanya didasarkan pada karya tulis belaka. Mengingat orang-orang yang menafikan eksisitensi Walisongo berpandangan bahwa keberadaan karya tulis merupakan satu-satunya bukti sejarah yang dapat dipercaya untuk menunjukkan eksistensi tokoh masa lampau. Hingga kini masih jarang kita temukan kajian tentang biografi dan ajaran seorang tokoh ulama yang didasarkan pada sejarah lisan. Sejarah lisan oral history adalah sumber sejarah yang dilisankan oleh manusia pengikut atau yang menjadi saksi akan adanya peristiwa sejarah pada zamannya. Dengan demikian, sejarah lisan dimaksudkan sebagai usaha untuk merekam, menyusun, dan menyimpan pengetahuan demi pengajaran dan pewarisannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain, Sejarah lisan merupakan sebuah metode untuk menggali, terus-menerus menyelidiki pengalaman seseorang, demi mengatasi keterbatasan keterangan dari dokumen tertulis yang tidak banyak dan sering tidak terawat. Buya Dimyati dan ajarannya merupakan identitas keislaman warga Banten. Eksistensinya masih banyak didasarkan pada sejarah lisan yang tersebar. Penelitian ini dimaksud untuk membuktikan bahwa sejarah lisan diakui secara ilmiah dan dapat diyakini sebagai ‘dokumentasi’ penting akan eksistensi ulama dan ajarannya. Di samping itu, hal ini menjadi jawaban bagi orang-orang yang menafikan ajaran-ajaran ulama yang direngkuh dan diimani, yang pada prinsipnya didasarkan pada katanya dan katanya. Kata Kunci Sejarah Lisan, Abuya Dimyati, Eksistensi Ulama Banten, Cidahu. A. Latar Belakang dan Masalah Penelitian Kajian mengenai wajah Islam di Indonesia, tak lepas dari peran para pendakwahnya yang datang bersamaan dengan periode-periode awal Islamisasi di Nusantara. Meski terdapat perbedaan pendapat ada yang menyebut sejak abad ke-7, 13, ada pula yang menyebut abad ke-15, namun yang jelas mengkaji wajah Islam di Indonesia otomatis terkait dengan peran para ulama, eksistensi, dan ajarannya. Ulama adalah inti dari identitas keislaman warga di sebuah teritorial tertentu. Menafikan ulama berarti memutus mata rantai proses keislaman dari ritme sejarahnya. Sehingga, dalam konteks Indonesia, ulama merupakan identitas dan simbol keberagamaan sekaligus pusat inspirasi social dan budaya kemasyarakatan. Namun dalam ‘mendokumentasikan’ eksistensi ulama dan ajarannya tersebut, tradisi tulis-menulis di Indonesia relative masih sangat rendah bila dibandingkan dengan sejarah lisan. Sehingga dirasa perlu untuk mulai mengkodifikasi sejarah-sejarah lisan yang tersebar di masyarakat. Baru-baru ini tersebar usaha-usaha menafikan Walisongo, sang ulama pendakwah Islam perdana di pulau Jawa dari kisaran sejarah Islam Indonesia. Lihat saja misalnya, buku Ensiklopedia Islam terbitan PT. Ichtiar Baru Van Hoeve di Jakarta sekitar tahun 2008 yang ditulis setebal tujuh jilid buku1 secara sengaja meniadakan keberadaan 1Tim, Ensiklopedia Islam, Jakarta PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2008RihlahKeilmuannya di Tanah Jawa. Rihlah keilmuan Abuya Dimyati ke tanah Jawa diawali pada sekitar tahun 1954 di Pesantren Payaman, Magelang, asuhan Simbah KH. Anwari Siroj. Namun, karena merasa tidak kerasan, Abuya akhirnya hanya bermukim 3 hari 3 malam di Payaman. Di Magelang, Abuya melanjutkan perjalannya ke Pesantren Watucongol asuhan Pendidikan Anak Kyai 3 Oleh A. Fatih Syuhud Kyai Dimyati adalah pengasuh sebuah pesantren di Kampung Cidahu Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang Banten. Beliau dikenal sebagai ulama yang komplit tinggi ilmunya, luas wawasannya, kharismatik kepribadiannya dan yang tak kalah penting, disiplin dalam mendidik putranya. Setiap pagi Abuya Dimyati, begitu beliau biasa disapa para santrinya, mengajar kitab kuning pada para santri yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air. Program pengajian kitab ini dianggap sangat penting bagi beliau. Terbukti, tidak ada seorangpun yang boleh mengganggu acara tersebut. Para tamu pejabat tinggi yang sering datang untuk silaturrahmi harus menunggu dengan sabar sampai beliau selesai mengajar. Apalagi tamu-tamu yang lain. Ini fenomena langka. Umumnya, tidak sedikit para kyai yang meliburkan program pengajian kitabnya apabila ada pejabat penting yang datang bertamu. Beliau dikenal dengan prinsip yang dikatakannya dalam bahasa Sunda “Thariqah aing mah ngaji!” Tarekat saya adalah ngaji. Ini mirip dengan kata-kata kyai Syuhud Zayyadi saat ditanya kenapa beliau sangat menyukai sholawat. “Tang tarikat jiyah sholawat” tarikat saya adalah baca sholawat, jawab beliau dalam sebuah kesempatan. Tetapi kelebihan Abuya bukan itu saja. Ada satu hal lagi yang patut diteladani oleh para kyai lain. Yaitu, beliau tidak akan memulai mengajar kitab sampai semua putra-putrinya hadir. Mendidik para santri merupakan hal penting. Tetapi bagi Abuya Dimyati, mendidik keluarga istri dan anak sendiri jauh lebih penting karena itu perintah pertama yang secara eksplisit disebut dalam Al Quran agar pendidikan dimulai dari diri sendiri dan keluarga QS At Tahrim 66 6. Seperti pernah saya singgung pada tulisan sebelumnya, kesuksesan seorang kyai bukan pada seberapa banyak santri yang nyantri di pesantrennya. Sukses tidaknya seorang kyai dalam hemat saya terletak pada seberapa besar dia berhasil mendidik keluarganya yakni anak dan istrinya. Dalam konteks ini, Abuya Dimyati merupakan sosok ulama yang sangat sukses. Kesuksesan Abuya bukan hanya dalam memberikan wawasan keilmuan pada anak sehingga putra-putrinya mewarisi kealiman ayahnya. Tetapi juga dalam mendidik kepribadian mereka. Di Banten beliau adalah seorang ulama yang masyhur. Masyarakat Banten menyebutnya sebagai “pakunya daerah Banten, di samping sebagai pakunya negara Indonesia.” Karena selain kyai yang berilmu tinggi, beliau juga seorang mursyid tarikat Naqsabandiyyah Qodiriyyah. Tidak heran, dengan kemasyhuran itu, banyak para pejabat tinggi negara yudikatif dan legislatif yang bertamu ke rumahnya. Biasanya, tamu pejabat tinggi tidak datang dengan tangan hampa. Tidak sedikit dari mereka yang datang dengan berbagai limpahan hadiah namun semua itu ditolaknya. Ketika beliau diberi sumbangan oleh para pejabat beliau selalu menolak dan mengembalikan sumbangan tersebut. Salah satu contoh, ketika beliau diberi sumbangan oleh Mbak Tutut anak mantan presiden Soeharto sebesar 1 milyar beliau mengembalikannya. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat bersahaja dan sederhana. Kesederhanaan adalah perilaku ideal seorang kyai. Dan perilaku keseharian adalah teladan terbaik orang tua dalam memberi pendidikan kepribadian pada anak-anaknya QS Al Ahzab 3321. Tentu, hidup sederhana tidak harus bermakna miskin. Justru, hidup sederhana yang ideal adalah yang dilakukan orang kaya. Karena itu menjadi bukti, bahwa kekayaan bukanlah tujuan, tapi hanya sebagai akibat dari hasil kerja keras yang notabene merupakan salah satu perintah Allah QS Al Jumah 629-10.[] .